Saturday, September 11, 2010

Indonesiaku

Bus berangkat lagi sesudah istirahat makan malam di restoran sekitar tiga jam sebelum Jakarta, seluruh penumpang sudah tampak segar. Ada yang ngobrol dengan penumpang sebelahnya ada pula yang asyik makan jeruk atau baca majalah.

Seorang lelaki memakai jas lurik meminta tolong pak sopir memutarkan kaset lagu kesayangannya. Segera alunan gending jawa menggantikan suara dengungan mesin dan gemeretaknya mesin bus. Belum lama gending mengalun ada penumpang lain yang ke depan sambil membawa kaset, meminta lagunya diputarkan juga.

"Kenapa lagu saya dimatikan ?" tanya lelaki berbaju lurik itu, heran.
"Ambo minta lagu ambo yang diputarkan. Tak cocok rasanya lagu slow begitu di saat ini. Bikin ngantuk saja. Lagu 'Ayam den Lapeh' nan rancak rasanya lebih tepat," kata lelaki Minang itu.
Macam mana pula kau ini. Lagu 'Sing Sing So' yang punya aku yang paling tepat," kata seorang pemuda lain dengan lantang sambil mengacungkan kasetnya.

"Lho Bus iki khan berangkat dari Jawa, ya tembang jowo no yang cocok," kata lelaki berbaju lurik.
"Angkat ti jawa .... tapina urang ayeuna tos di bumi sunda kalau begitu lagu 'Euis' nu tepat atuh," kata seorang lelaki berkumis sambil berjalan ke pak sopir untuk diputarkan lagunya.

Tetapi sebelum sampai seorang penumpang berpeci ikat tenun memegang pundaknya sambil berkata,"Beri dong kesempatan lagu dari Banjar diperdengarkan."
"Sudah kubilang lagu 'Sing Sing So' punya aku yang tepat kenapa masih ngotot sih yang lain."
"Gak main arek-arek iki. Lagu Rek Ayo Rek saja yang diputar, semua nanti khan bisa nyanyi ya paling tidak jadi back ground-nya yang nimpali dengan bunyi 'ayo rek ...' itu lho."
"Kenapa sekali-sekali bukan lagu dari bagian timur yang di putar seperti 'Apuse' punyaku ini ... ," kata pemuda berkulit gelap dengan rambut keriting sambil menunjukkan kasetnya.
"Beta setuju sekali kalau lagu dari belahan timur juga di beri kesempatan. Lihat beta punya 'Ambon Manise'."
"Sebelum dari timur tentu bagian tengah dulu dong," kata seorang pemuda yang dari penampilannya dapat dipastikan dari Menado. "Lihat saya bawa lagu yang paling tepat bagi semua orang 'Sapa Suruh Datang Jakarta'."

Bus jadi ribut dengan penumpang-penumpang saling yang ngotot untuk diputarkan lagu kesayangannya. Sebagian penumpang berbantahan sambil berdiri sehingga menutupi pandangan pak sopir ke belakang. "Perhatian-perhatian Bapak-bapak harap duduk," kata seorang pemuda gondrong dengan bercelana jeans dan t-shirt hitam bergambar Metallica.
"Bapak-bapak ini sudah kuno kenapa maunya lagu-lagu daerah saja kita harus melihat ke depan dan berpikir secara global. Lihat saya punya lagu metal paling baru," katanya maju ke depan sambil mengacungkan-acungkan CD nya.

"Sorry nak. Kita tak punya CD player di sini," kata pak sopir.
Gerr.. Semua penumpang menertawakan pemuda yang terlalu modern itu.
Tiba-tiba saja terdengar alunan musik lembut dari speaker-speaker yang ada di bus. Semua orang jadi tercengang dan bertanya-tanya siapa yang muter lagu tanpa ba bi bu nyelonong begitu saja.

Seorang rohaniawan setengah baya, kelimis dan berkaca mata dengan senyum ramah berdiri di samping pak sopir menghadap ke arah penumpang.
"Maaf saudara-saudaraku. Saya lancang memutarkan lagu pilihan saya ke telinga saudaraku semua. Saya harap lagu ini dapat menjaga kerukunan saudara-saudara karena lagu ini membawa pesan kedamaian sesuai dengan semangat natal dan tahun baru."

Ooo... lagu natal, orang-orang mulai berbisik-bisik tapi sepertinya tak ada yang keberatan mungkin karena terpesona kecuali satu ketika seorang pemuda berambut agak gondrong berpeci dengan baju lengan panjang putih tiba-tiba saja maju dan mematikan lagu itu.

"Natal dan tahun baru sudah lewat sudah nggak jamannya lagi mutar lagu-lagu itu," katanya tegas." Sekarang sudah Ramadhon lebih tepat kalau lagu qasidah. Disamping itu di bus ini lagu qasidah lebih banyak yang menyukai daripada lagu-lagu macam itu."

"Bagaimana ananda bisa berkata begitu ... Lihat diantara semuanya hanya ananda yang tidak setuju," kata sang rohaniawan sambil tersenyum.
"Saudara-saudara semua siapa yang suka lagunya pak rohaniawan ini harap mengacungkan jari."
Ternyata hanya empat orang yang menyambut seruan itu.
"Sekarang siapa yang lebih suka qasidah mengacungkan jari."
Hampir semua orang mengacungkan jari.
"Kenapa anda mengacungkan jari dua kali ?" tanyanya heran pada seorang bapak bermata sipit.
"Ooee suka semua lagu asal enak didengar," jawabnya tersipu-sipu.
"Bagaimana, pak. Sudah jelas mayoritas lebih menyukai qasidah dan bagaimanapun suara mayoritas harus didengar terlebih dahulu baru kemudian yang lainnya. Saya harap lain kali Bapak harap woro-woro dulu sebelum memutar lagu apa saja di tempat umum. Jangan mentang-mentang duduknya dekat dengan pak sopir bisa memutar lagu tanpa persetujuan lainnya."

Sang rohaniawan hanya bisa mengumam keheranan karena pada awalnya sepertinya banyak penumpang menyukai lagunya tetapi kenyataanya kok tidak.

Maka lagu qasidah pun mendendang di bus malam itu. Tapi rupanya semua itu belum berakhir. Karena tiba-tiba saja ada pemuda kekar dengan rambut cepak mematikan lagu tersebut.

"Saya petugas...," katanya.
"Petugas apa? petugas kecamatan?" seorang penumpang nyeletuk.
"Bukan. Petugas pantarlih kali ?!" celetuk yang lainnya.
"Ah.. kaya'nya sih petugas upacara." Kata seorang pegawai negeri yang biasa upacara tiap bulannya.
Pemuda kekar itu tidak menanggapi celetukan para penumpang. Dengan gerakan seperti tidak disengaja dia menyingkap sedikit jaket ijo nya, sehingga terlihat sedikit gagang senjata api genggamnya.
Klakep... semua penumpang langsung diam, sampai yang mengunyah permen karet pun tidak berani mengunyah lagi.
Kemudian pemuda itu memutar kasetnya, maka terdengarlah lagu Indonesia Raya.

"Demi persatuan siapa yang berani mengganti akan berhadapan dengan saya," katanya dengan pandangan menyelidik.
Jangankan mengganti melawan pandangan matanya pun tidak ada yang berani. Maka mengalunlah lagu Indonesia Raya di bus tersebut. Selesai ulang lagi, selesai ulang lagi, terus diulang-ulang tanpa henti.
Sementara bus tetap melaju menembus rintik hujan di kegelapan malam menuju Ibukota ....(Ari Muladi)

No comments:

Post a Comment

Thank you to leave a comment for kuyusku. We will get back to you as soon as possible. Have a great day!

Solusi Usaha di Masa Pandemik COVID-19

Sudah lama ingin mengeluarkan uneg - uneg yang ada dalam kepala, tapi baru kali ini saya berkesempatan untuk menuliskannya di blog ini, sil...