Saturday, October 2, 2010

Bukan Aku Tak Cinta

Zidane menunggu dengan antusias. Kaki kecilnya bolak-balik melangkah dari ruang tamu ke pintu depan. Diliriknya jalan raya depan rumah. Belum ada. Zidane masuk lagi. Keluar lagi. Belum ada. Masuk lagi. Keluar lagi. Begitu terus selama hampir satu jam. Suara si Mbok yang menyuruhnya berulang kali untuk makan duluan tidak digubrisnya.
Pukul 18.30. Tinnn........... Tiiiinnnnn.............. !! Zidane kecil melompat girang! Mama pulang! Papa pulang! Dilihatnya dua orang yang sangat dicintainya itu masuk ke rumah.
Yang satu langsung menuju ke kamar mandi. Yang satu menghempaskan diri di sofa sambil mengurut-urut kepala. Wajah-wajah yang letih sehabis bekerja seharian, mencari nafkah bagi keluarga. Bagi si kecil Zidane juga yang tentunya belum mengerti banyak. Di otaknya yang kecil, Zidane cuma tahu, ia kangen Mama dan Papa, dan ia girang Mama dan Papa pulang.
"Mama, mama.... Mama, mama...." Zidane menggerak-gerakkan tangan Mama. Mama diam saja. Dengan cemas Zidane bertanya, "Mama sakit ya? Mananya yang sakit? Mam, mana yang sakit?"
Mama tidak menjawab. Hanya mengernyitkan alis sambil memejamkan mata. Zidane makin gencar bertanya, "Mama,  mama... mana yang sakit? Zidane ambilin obat ya? Ya? Ya?"
Tiba-tiba... "Zidane!! Kepala mama lagi pusing! Kamu jangan berisik!" Mama membentak dengan suara tinggi.
Kaget, Zidane mundur perlahan. Matanya menyipit. Kaki kecilnya gemetar. Bingung. Zidane salah apa? Zidane sayang Mama... Zidane salah apa?
Takut-takut, Zidane menyingkir ke sudut ruangan. Mengamati Mama dari jauh, yang kembali mengurut-ngurut kepalanya.
Otak kecil Zidane terus bertanya-tanya: Mama, Zidane salah apa? Mama tidak suka dekat-dekat Zidane? Zidane mengganggu Mama? Zidane tidak boleh sayang Mama?
Berbagai peristiwa sejenis terjadi. Dan otak kecil Zidane merekam semuanya.

Maka tahun-tahun berlalu. Zidane tidak lagi kecil. Zidane bertambah tinggi. Zidane remaja. Zidane mulai beranjak menuju dewasa.
TIN TIIIN ! Mama pulang. Papa pulang. Zidane menurunkan kaki dari meja. Mematikan TV. Buru-buru naik ke atas, ke kamarnya, dan mengunci pintu. Menghilang dari pandangan. "Zidane mana?". "Sudah makan duluan, Tuan, Nyonya."
Malam itu mereka kembali hanya makan berdua. Dalam kesunyian berpikir dengan hati terluka: Mengapa anakku sendiri, yang kubesarkan dengan susah payah, dengan kerja keras, nampaknya tidak suka menghabiskan waktu bersama-sama denganku? Apa salahku? Apa dosaku? Ah, anak jaman sekarang memang tidak tahu hormat sama orangtua! Tidak seperti jaman dulu.

Di atas, Zidane mengamati dua orang yang paling dicintainya dalam diam. Dari jauh. Dari tempat dimana ia tidak akan terluka.

No comments:

Post a Comment

Thank you to leave a comment for kuyusku. We will get back to you as soon as possible. Have a great day!

Solusi Usaha di Masa Pandemik COVID-19

Sudah lama ingin mengeluarkan uneg - uneg yang ada dalam kepala, tapi baru kali ini saya berkesempatan untuk menuliskannya di blog ini, sil...