Saturday, March 6, 2021

Solusi Usaha di Masa Pandemik COVID-19

Sudah lama ingin mengeluarkan uneg - uneg yang ada dalam kepala, tapi baru kali ini saya berkesempatan untuk menuliskannya di blog ini, silakan dikomentari atau disanggah, sebagai bahan masukan dan pembanding bagi kita semua.

Setahun Pandemik

Sudah setahun pandemik COVID-19 (SARS-Cov2) di Indonesia berlangsung, banyak perusahaan besar maupun kecil, yang terdampak karena adanya pembatasan - pembatasan ruang gerak hidup manusia, perubahan - perubahan perilaku manusia, yang sebagian besar tidak terantisipasi dan banyak manusia yang belum bisa beradaptasi dengan cepat, serta tersedotnya anggaran - anggaran pembangunan atau tabungan/devisa, karena biaya - biaya darurat untuk memerangi pandemik ini. 

Meningkatnya Jumlah Pengangguran di Indonesia

Imbas terbesarnya adalah meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia. Dari data BPS diketahui jumlah pengangguran terbuka per bulan Agustus tahun 2019 sebanyak 7,05 juta manusia usia kerja, di bulan Agustus tahun 2020 sebanyak 9,77 juta dan di tahun 2021, jumlahnya diprediksi naik menjadi 3,6 juta, yang terdiri dari 1,1 juta orang kehilangan pencarian akibat dampak COVID-19 dan 2,6 juta berasal dari angkatan kerja baru. Jadi, prediksi jumlah pengangguran di tahun 2021 ini akan menjadi 13,3 juta manusia usia kerja. Jumlah ini belum termasuk jumlah pengangguran terselubung, yang datanya tidak mudah dapat diakses oleh lembaga survey atau pemerintah.




Fenomena Baru di Indonesia

Fenomena dari dampak negatif ini sudah banyak terlihat, banyak orang yang kehilangan pencariannya, yang berusaha mendapatkan lapangan kerja baru, tapi tidak sedikit juga yang mau berusaha mandiri dengan membuka usaha kecil - kecilan. 

Beberapa bulan ini di Linkedin feed saya, cukup banyak yang memposting foto dengan 2 foto yang dijejerkan menjadi satu, di satu sisi dipasang foto saat masih bekerja sebelum pandemik dan di sisi lainnya, foto dengan pekerjaan barunya, yang nampak sangat kontras perbedaannya. Ada yang dulunya manajer, sekarang jadi driver ojek online (ojol), dulunya pakai dasi dan mobil, sekarang penjaga toko, dulunya pramugari, sekarang penjual minuman segar sachet-an di atas gerobak, dulunya sales counter showroom mobil, sekarang penjual roti keliling, dulunya seorang driver pribadi, sekarang tukang sindang dan tukang bangunan, dulunya guru honorer, sekarang jadi penjual Starbuck keliling (starling) dengan sepeda, ada juga yang dulunya pemilik usaha, sekarang bekerja sebagai pegawai. Fenomena ini tidak terjadi di Indonesia, tapi di belahan dunia lainnya. Inilah yang dikenal dengan global impact.

Saya masih sering keluar rumah dan keliling di 3 kota di Jakarta dan sekitarnya, tentunya tetap dengan menjaga protokol kesehatan, minimal menggunakan masker dan mencuci tangan, jika saya menyentuh benda yang saya tidak tahu siapa saja yang menyentuh alat atau benda tersebut. Nah, kalau saya perhatikan, makin banyak orang berjualan menjajakan makanan, minuman, buah - buahan, warung kopi, menjajakan pakaian, suplemen dan  obat - obatan herbal. Tidak sedikit juga, rumah - rumah tinggal yang beralih fungsi menjadi tempat usaha, atau tanah kosong menjadi pasar kaget, halaman rumah menjadi kios sosis bakar dan banyak lainnya.

Imbas Pasar Mikro

Saya pernah ngobrol dengan beberapa pedagang - pedagang baru, sambil menyicipi makanan - makanan yang mereka jual. Latarbelakang mereka sebagian besar bukan berasal dari pedagang, tapi berasal dari karyawan yang kehilangan pekerjaan, dan sisanya sebagian kecil pedagang yang kehilangan tempat usahanya di mal dan pasar tradisional, yang aslinya adalah memang seorang pedagang.

Di satu sisi, kita melihat, masyarakat Indonesia memang berusaha untuk bisa bertahan hidup dengan usaha mandiri, tanpa harus atau hanya menunggu bantuan dari pemerintah, selain nilainya kurang mencukupi dan bantuannya akan habis, jika tidak didukung dari pendapatan lain. Tapi, di sisi lain kita melihat, pasar bagi pelaku ekonomi mikro akan semakin terbagi. Contohnya kalau sebelumnya seorang pedagang bisa memiliki omzet 5 juta rupiah sehari, saat ini omzetnya menurun menjadi 2 juta rupiah saja, bukan hanya karena melemahnya daya beli masyarakat saja, tapi juga dikarenakan pedagang serupa dengannya bertambah banyak jumlahnya. Ini yang kita kenal dengan pangsa pasar atau market share.

Apakah cara bertahan masyarakat seperti ini salah? Menurut saya tidak juga. Kenapa? Karena orang Indonesia memang terbiasa berpikir dengan cara sederhana, jadi solusi yang digunakannya pun juga sederhana, sebatas apa yang mereka pernah lihat, apa yang terlintas dipikirannya, apa yang mereka pikir bisa dengan cepat menghasilkan uang dan solusi - solusi sederhana lainnya. Selain itu karena kondisi terdesak, yang membuat mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk berpikir panjang dan melakukan persiapan - persiapan.

Walaupun tidak salah, tapi solusi yang diambilnya terkadang tidak tepat, malah dapat merugikan dirinya sendiri atau orang lain. Setelah renovasi sana - sini atau bongkar uang tabungan atau bangun ruang usaha baru, tapi usaha yang dijalankannya hanya bertahan satu atau dua bulan saja. Makanan yang dijualnya kurang diminati orang, karena mungkin rasanya kurang enak, pemasarannya hanya terbatas pada lingkup terbatas yang mudah jenuh atau barang yang dijualnya harganya kalah murah dari pedagang lama, karena tidak tahu dimana bisa mendapatkan barang dagangan dengan harga murah. Ada juga yang terus bisa bertahan, tapi pada saat mereka mendapatkan kembali pekerjaan, usaha tersebut juga ikut berhenti. 

Apa kesimpulan yang dapat ditarik? Iya benar, ekspertis atau keahlian mereka dalam berdagang belum matang, mungkin dikarenakan persiapan yang terburu - buru tanpa pengkajian lebih dalam, mungkin karena strategi yang dijalankan salah atau mungkin juga belum tahu mengenal segmen pasar yang ada disekitaran tempat usahanya. Kalaupun ada yang bertahan lama dan berkembang, maka akan membuat pangsa pasar pedagang yang menjual produk yang sama, menjadi menurun. Tentu kasihan juga pedagang lama, dimana pada saat omzet menurun karena daya beli masyarakat rendah, ditambah dengan tumbuhnya kompetitor - kompetitor baru. Tapi jangan takut, rejeki memang sudah diatur oleh Allah SWT, sehingga dapat dipastikan tidak akan tertular atau hilang.

Mulailah Usaha Sesuai Keahliannya

Berarti kalau begitu mereka salah? Tidak salah juga, tapi kurang tepat, khususnya bagi karyawan yamg kehilangan pekerjaan. Kalau kita ulang contoh diatas, ada yang dulunya driver pribadi lalu menjadi tukang bangunan, kasihan dong dengan tukang bangunan yang sudah kawakan, proyeknya akan semakin sedikit, hasil pekerjaan tukang bangunan yang dulunya driver tersebut, belum tentu sebagus tukang bangunan kawakan. Menurut saya driver tadi sebaiknya membuka usaha atau bekerja sesuai keahliannya, misalnya memberikan jasa pelatihan menyetir bagi yang akan membuat surat ijin mengemudi (SIM) atau bagi mereka yang baru punya mobil, jika melatih mengemudipun susah karena butuh modal besar karena mungkin harus punya mobil, eks driver tersebut bisa mencari alternatif lain yang mendekati keahliannya, seperti membuka bengkel kecil khusus untuk mobil di tempat yang belum banyak bengkel di sekitarnya. Atau yang dulumya manager sales, tidak harus menjadi driver ojek online, dengan ilmu, pengalaman dan keahlian yang dimilikinya mungkin bisa menjadi seorang profesional sebagai konsultan sales bagi usaha lokal yang sedang berkembang misalnya.

Semakin kompleks komposisi profesi pekerjaan dalam suatu wilayah akan semakin cepat memajukan wilayah itu. Misalnya, jika di satu kelurahan, sebagian besar didominasi oleh para petani, maka kelurahan itu akan lebih lambat berkembang dibandingkan dengan kelurahan yang di dalamnya terdapat petani, penyuluh, peternak sapi atau kerbau, pembuat pupuk lokal, pedagang hasil tani, pedagang daging sapi, pedagang bibit, penggilingan padi, tukang service mesin penggiling padi, pengusaha jasa sewa truk, dll.

Momentum Naikkelaskan Profesi di Indonesia

Ilmu, keahlian dan pengalaman yang sudah dimiliki dari orang yang kehilangan pekerjaan ini dapat dijadikan modal yang dimiliki untuk memulai suatu usaha, saran profesi yang relatif tepat digunakan oleh para karyawan yang kehilangan pekerjaan adalah pilihlah menjadi profesional. Semakin banyak profesional yang dimiliki Indonesia, insyaAllah akan membawa kualitas profesi di Indonesia naik kelas, membuka lapangan - lapangan pekerjaan baru untuk rencana jangka panjang, bukan hanya sebagai pekerja di suatu perusahaan orang lain atau asing, tapi membangun Indonesia dengan usaha yang dimilikinya sendiri dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas.

Inilah mungkin bagian sangat kecil dari hikmah pandemik yang dapat kita renungkan dan manfaatkan, khususnya di Indonesia. Semoga dapat menjadi bahan inspirasi dan menjadi manfaat.

Solusi Usaha di Masa Pandemik COVID-19

Sudah lama ingin mengeluarkan uneg - uneg yang ada dalam kepala, tapi baru kali ini saya berkesempatan untuk menuliskannya di blog ini, sil...