Tuesday, August 30, 2011

Menyikapi Suatu Perbedaan

Kita ini lebih bisa toleran dengan anak tetangga ketimbang anak sendiri, kita juga lebih bisa respek dengan department lain di kantor kita ketimbang dengan orang - orang didalam department kita sendiri begitu juga dengan tetangga, kita lebih bisa tegur sapa dengan tetangga yang lebih jauh ketimbang yang satu dinding dengan kita.

Inilah kenapa kita mudah sekali terpecah, dicerai berai atau digerogoti dari dalam. Perbedaan - perbedaan yang ada disekelilingi kita seharusnya disikapi berimbang dengan suatu perbedaan yang telah berhasil kita hadapi dan atasi sebelumnya. Jangan dengan adanya perbedaan kita menjadi putus hubungan atau menjaga jarak terlebih menjadi musuh. Kita manusia pada dasarnya memiliki keuikan - keunikan pada masing - masing individu, kesamaan yang dominan akan menyatukan kita dalam suatu kumpulan - kumpulan dan komunitas, misalnya pecinta musik Iwan Fals misalnya, mereka adalah kumpulan - kumpulan individu yang unik yang di"satukan" dengan kesamaan kecintaan mereka atas musik Iwan Fals, padahal masing - masing dari mereka memiliki latarbelakang yang berbeda antara satu dengan lainnya ada yang politikus, ada yang oposan, tukang ngamen, tukang copet, anak sekolahan atau profesional di suatu perusahaan.

Inti kata, kita ini memang asalnya berbeda, tidak perlu dipertegas perbedaan - perbedaan tersebut dengan sesuatu yang mempersulit kita untuk berhubungan sesama manusia. Perbedaan itu adalah hakiki bukan pilihan. Jadi nikmatilah perbedaan itu seperti perbedaan antara pria dan wanita, kaum miskin dan kaya, air dan api. Semoga kita semua tidak gampang terpecah atau diributkan dengan adanya perbedaan yang memang tidak pernah sama. Wallahualam.

Monday, August 29, 2011

Sahabat

sahabatku………

seberat apapun masalahmu
sekelam apapun beban hidupmu
jangan pernah berlari darinya
ataupun bersembunyi
agar kau tak akan bertemu dengannya
atau agar kau bisa menghindar darinya

karena sahabat…..
seberapa jauhpun kau berlari
dan sedalam apapun kau bersembunyi
dia pasti akan menemuimu
dalam sebuah episode kehidupanmu
sahabatku……
alangkah indahnya bila kau temui ia dengan dada yang lapang
persilahkan ia masuk dalam bersihnya rumah hati
dan mengkilapnya lantai nuranimu
hadapi ia dengan senyum seterang mentari pagi
ajak ia untuk menikmati hangatnya teh kesabaran
ditambah sedikit penganan keteguhan
sahabat…….
dengan begitu sepulangnya ia dari rumahmu
akan kau dapati
dirimu menjadi sosok yang tegar
dalam semua keadaan
dan kau pun akan mampu dan lebih berani
untuk melewati lagi deraan kehidupan
dan yakinlah sahabat……..
kaupun akan semakin bisa bertahan
kala badai cobaan itu menghantam

Sunday, August 14, 2011

Dokter yang Tidak Komersil

Hari ini saya bahagia sekali, apa pasal? Karena saya akhirnya menemukan dokter yang benar - benar tidak komersil. Merunut kebelakang, dua bulan terakhir ini saya dan keluarga 'terjebak' membawa anak saya kepada salah satu dokter spesialis anak dibilangan selatan Jakarta. Kesan pertama saya dengan dokter tersebut adalah dokter ini sangat profesional, layaknya dokter senior spesialis anak, dokter tersebut dapat mengenali penyakit yang diderita anak saya hanya dengan sentuhan jari - jarinya.Kami sangat terkesan walaupun diagnosa-nya mengejutkan kami, anak kami di-diagnosa menderita bronkhitis, tifus (typhoid) dan kuman yang mengganggu syaraf otaknya.Padahal pada saat kami datang, kami hanya mengeluhkan anak kami sudah seminggu tidak berhenti batuk dan batuknya sangat parah ditengah malam. 

Kami diminta kontrol seminggu sekali, memang pada minggu pertama menunjukkan hasil yang menyenangkan batuk anak kami hilang sama sekali, namun pada kontrol pertama kami dikejutkan lagi bahwa dia menemukan kuman yang dapat merusak syaraf otak-nya oleh karena itu kami dirujuk untuk tes darah dan rongten. Begitu kami mendapatkan hasil tes laboratorium-nya, langsung hasil tersebut kami berikan kepada dokter itu. Dari pembacaan hasil tes laboratium ini, dia menyebutkan bahwa anak kami harus mendapatkan perawatan rawat jalan yang intensif, obat racikan dalam ukuran besar diberikan kepada anak saya, yang harus diminum 4 kali sehari, yang mana dosis terakhir kami darinya ini menjadi berlipat 4 untuk waktu 2 kali lebih panjang dari biasanya. Kamipun makin bingung, karena pada saat saya tanya kepada dokter tersebut mengenai perkembangan kesahatan anak kami, dokter tersebut manyampaikan bahwa kami tidak perlu tahu perkembangan dan penyakitnya, semua analisa harus dilakukan agar kuman tersebut dapat ditemukan. Makin besar kebingungan kami dengan dokter tersebut karena dokter tersebut tidak terbuka dan menjadikan anak kami sebagai bahan percobaan untuk mendapatkan kuman dan penyakit yang sebenarnya.

Pada hari terakhir kami menebus obat di apotek yang sama, asisten apoteker di apotek tersebut sangat heran dengan obat yang diberikan karena obat yang diberikan itu adalah obat antibiotik yang sudah banyak ditinggalkan dokter dan dosis yang diberikan melebihi dosis untuk anak - anak yang tertera di kemasan botol obat sirup. Asisten tersebut menyarankan anak saya untuk second opinion kepada dokter yang lebih modern dan memberikan saran agar anak - anak terutama balita agar tidak terlalu banyak menkonsumsi obat dalam dosis tinggi untuk kurun waktu yang lama karena akan merusak ginjal dan liver-nya dimasa akan datang.

Saran lainpun datang dari teman saya dan karyawan klaim asuransi yang mengurusi proses klaim pengobatan anak kami. Dari teman saya tersebut saya mendapatkan referensi seorang dokter spesialis anak yang tidak akan memberikan obat jika tidak perlu, dialah dr, Waldi Nurhamzah yang prakter dirumahnya di kawasan Pondok Pinang Jakarta Selatan, tepatnya Jl, Karyawan I No. 14 Jakarta Selatan 12310, telepon 7506190. Segera saya menkontak nomor tersebut untuk membuat janji, karena untuk mendapatkan layanan dokter ini  harus dengan janji terlebih dahulu walaupun praktek dari pukul 4 sore sampai pukul 8 malam. Tempat praktek yang terletak ditengah rumah dengan nuansa Bali yang kental ini cukup menyenangkan, ruang praktek yang terbuka ini bisa dihilat langsung dari ruang tunggu disampingnya, konsep yang friendly untuk anak - anak.

Tibalah giliran anak kami dipanggil untuk pemeriksaan, layaknya dokter spesialis senior, dia langsung disenangi oleh anak saya, setelah ditimbang badan dan berkenalan segera saya mengeluarkan bukti copy resep kepada dokter tersebut lengkap dengan 4 kali hasil tes darah dan rongten dari dokter pertama dan kami menyampaikan kebingungan kami mengenai cara pengobatan, diagnosa dan dosis obat yang diberikan kepada anak saya. Setelah dokter Waldi mempelajari salinan resep dan hasil tes lab tersebut, dia menyampaikan bahwa anak saya tidak mengalami sakit seperti yang didiagnosa sebelumnya, dokter Waldi menyampaikan bahwa ada ciri - ciri khusus jika anak kami menderita bronkhitis, kelenjar dibelakang telinganya dan typhoid. Dia langsung menyampaikan bahwa dia berseberangan dengan dokter pertama kami, penderita bronkhitis hanya bisa dideteksi dengan tes tertentu ditangan-nya (kalau tidak salah dengar namanya tes mantuk), kelenjar dibelakang telinga jika hanya sebesar biji kacang hijau adalah normal, semua anak kecil balita memilikinya, kecuali jika besarnya sebesar kacang tanah tapi inipun masih bisa dipilah lagi dan jika anak kami menderita tifus tidak akan tampak sesehat anak kami pada saat dia lihat yang mana kebetulan anak kami nampak ceria, aktif dan mau berkomunikasi dengan baik dengan dokter.

Diakhir pemeriksaannya dia hanya menyarankan kami untuk memberikan makanan yang banyak mengandung zat besi yang berasal dari daging sapi, kebetulan anak kami penyuka ikan dan makanan laut lainnya sehingga memang betul jarang mengkonsumsi daging atau hati sapi, karena dari 4 tes darah tersebut yang terlihat dibawah standar hanya HB (hemoglobin)-nya saja. Selebihnya anak kami sehat. Kami juga dianjurkan untuk menyikapi aktifitas anak kami yang memang agak berlebih sedikit ketimbang anak - anak pada umumnya dengan memberikan respon terhadap apa yang ingin diketahui oleh anak kami.

Kami pulang setelah membayar jasa konsultasi dokter yang relatif murah untuk kalangan dokter spesialis yaitu sebesar seratus lima puluh ribu rupiah saja tanpa ada diberikan resep dokter. Kalaupun ada resep dokter, dia menyebutkan hanya memberikan obat generik atau bukan obat antibiotik. Kesimpulan kami, jarang sekali dokter yang peduli dengan pengobatan seperti ini, pada umumnya dokter jaman sekarang lebih menyenangi pengobatan menggunakan obat - obatan kimiawi ketimbang perbaikan dari segi makanan atau pola hidup yang sehat apalagi jaman sekarang ini sales obat di tempat - tempat praktek dokter bisa bersaing banyaknya dengan para pasiennya ditambah lagi oknum - oknum dokter yang senang dengan pasien yang di-cover oleh asuransi kesehatan. Semoga dokter - dokter yang lain dapat mencontoh dr. Waldi Nurhamzah dalam cara diagnosa dan pemberian obat yang tepat.

Solusi Usaha di Masa Pandemik COVID-19

Sudah lama ingin mengeluarkan uneg - uneg yang ada dalam kepala, tapi baru kali ini saya berkesempatan untuk menuliskannya di blog ini, sil...