Monday, September 15, 2014

Sedekah itu Seharusnya Menyejahterakan

Pernah nonton berita pembagian zakat (sebenarnya masuk kategori sedekah/shodaqoh) di rumah - rumah artis, rumah - rumah pejabat, ponpes atau instansi - instansi? Mungkin dari beberapa diantaranya pernah juga dengar pembagian zakat ini menimbulkan korban jiwa atau setidaknya korban karena terinjak - injak oleh para penerima zakat lainnya yang menyerbu masuk untuk menerima jatah sedekah? Kalau belum pernah nonton atau dengar, mungkin ada baiknya untuk mencoba menanyakan ke teman atau tetangga sebelah yang sering memantau berita - berita nasional.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembagian sedekah dengan cara - cara seperti ini, asal niatnya untuk mencari ridha Allah SWT, berbagi kesenangan dan kegembiraan dengan sesama orang yang berada disekitar. Namun dengan seringnya kejadian - kejadian yang memakan korban seperti ini seharusnya bisa diambil pelajaran tentang hakikat bersedekah dan bermuamalah.

Pernah saya menonton ekspos berita tentang seorang ketua ponpes di Indonesia yang memamerkan banyaknya uang yang akan disedekahkan, kalau menurut perkiraan saya dengan ukuran kotak uang dengan pecahan yang ada didalamnya, jumlah uang yang ada di kotak tersebut berkisar 90-100 juta rupiah. Saya pernah juga menonton berita di televisi yang didalamnya disiarkan bahwa penerima sedekah akan mendapatkan uang sebesar Rp. 10.000 dan beras 3 kg. Di berita yang lain, tampak para penerima sedekah sedang diwawancarai dengan berlinang air mata dan mengucapkan sembah suwun (terima kasih yang sebesar - besarnya), yang tiada tara kepada si dermawan yang telah memberikan sedekah sebesar Rp. 25.000 per jiwa dan beras sebesar 5 kg.

Apa yang aneh dengan berita seputar pembagian sedekah ini?

Sedekah Itu Seharusnya Mensejahterakan

Sedekah itu seharusnya dapat mensejahterakan sipenerima sedekah, ini bukan tentang besar kecilnya nilai sedekah yang umumnya diberikan oleh para dermawan kepada kaum dhuafa/miskin papa/miskin harta, tetapi ini tentang esensi yang perlu diketahui jika ingin bersedekah. Mari kita berhitung, seperti apa sedekah yang seharusnya mensejahterakan itu. 

Kalau perkiraan biaya hidup prasejahtera di Indonesia adalah 2,5 juta per bulan maka biaya hidup mereka dalam setahun sebesar Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah). Nah kalau para dermawan dengan bangganya mempertontonkan uang yang akan disedekahkan kepada para kaum dhuafa sebesar 100 juta rupiah, maka sebenarnya hanya ada sekitar 3 orang dhuafa saja yang "antri" untuk mendapatkan sedekah dari dermawan tersebut. 

Maaf kata, kalau hanya membagikan Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah), lalu mengundang ribuan "kaum dhuafa" dan kemudian tanpa sengaja terliput oleh media massa, bukan tidak mungkin tragedi korban luka - luka dan jiwa akibat pembagian sedekah ini akan sering terjadi. Sekali lagi ini bukan mengenai besar kecilnya nilai uang 10.000 rupiah, tapi seorang dhuafa pun bisa mencarinya sendiri untuk uang sebesar itu, dengan cara mengemis di sepanjang toko - toko misalnya. Jadi kedepannya para dermawan diharapkan dapat mengalokasikan sedekahnya dengan pemikiran yang tepat sasaran dan proporsioal. 

Ingat, kalau besarnya zakat fitrah itu berbeda dengan sedekah, walau dengan nilai zakat fitrah yang tidak jauh berbeda dengan uang sebesar Rp. 25.000,- (sebesar 3,5 liter beras) namun Zakat Fitrah dilakukan serentak diseluruh dunia yang terdapat umat Islam dan juga tujuan zakat fitrah sangat berbeda dengan sedekah. Oleh karena itu untuk melengkapinya, ada porsi zakat lainnya yang melengkapi zakat fitrah, yaitu seperti zakat maal (harta) dan lainnya untuk pengalokasian yang sifatnya lebih khusus dan ruang lingkupnya lebih besar.

Terima Kasih Dari Para Dermawan

Satu lagi yang aneh dan perlu diluruskan bagi para dermawan dalam bersedekah, kalau saat ini para penerima sedekah yang sering tampak berterima kasih dan sujud kepada para penderma, seharusnya hal ini tidak akan terjadi. Malah seharusnya para penderma itulah yang mengucapkan terima kasih kepada para penerima sedekahnya. Anda pasti bingung kenapa demikian, bukan?

Pada saat bersedekah, para dermawan seharusnya melakukan akad (perjanjian) sederhana pada saat menyerahkan sedekahnya. Para dermawan mengucapkan "Bapak/Ibu, apakah Bapak/Ibu MAU menerima sedekah saya?" atau "Bapak/Ibu, apakah Bapak/Ibu IKHLAS menerima sedekah saya?" Pada saat penerima bersedia untuk menerima sedekah dari dermawan tersebut, maka para dermawan itu akan mengucapkan terima kasih. Masih belum faham juga kenapa demikian?

Uang sedekah para dermawan itu belum tentu jelas asal usulnya, apakah itu uang halal (baik asalnya, baik cara mendapatkannya dan baik bentuknya), selain itu sebagian harta yang dimiliki oleh para penderma itu adalah hak dari orang lain yang membutuhkan. Jika si penerima sedekah bertanya apakah uang yang Bapak/Ibu sedekahkan kepada saya ini adalah uang halal, maka si dermawan harus menjelaskan dan menyatakan bahwa uang tersebut berasal dari uang yang halal, jika si penerima sedekah berkeberatan menerima uang sedekah tersebut karena uang tersebut berasal dari korupsi misalnya, maka akad sedekah tersebut tidak akan pernah terjadi. Untuk itulah para dermawan akan sangat berterima kasih kepada sipenerima sedekah karena si penerima sedekah telah mau menerima sedekah darinya.

Jika hakikat sedekah ini lebih dipahami oleh para dermawan yang mampu, tentu tragedi korban pada saat pembagian sedekah massal tidak akan terjadi. Seandainya, si dermawan memiliki uang satu milyar rupiah pun, kalau dibagi 30 juta rupiah (standar sejahtera Indonesia berdasarkan rata - rata UMR dalam setahun), maka tidak lebih dari 30 orang saja yang akan antri untuk mendapatkan sedekah yang dapat mensejahterakan. Dengan sedekah yang mensejahterakan, akan mampu memutus rantai kemiskinan di Indonesia, karena bukan tidak mungkin para si penerima sedekah yang menerima sedekahnya tahun ini, dapat memberikan sedekahnya juga dalam 3-5 tahun kedepan, dan begitu seterusnya.

Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Solusi Usaha di Masa Pandemik COVID-19

Sudah lama ingin mengeluarkan uneg - uneg yang ada dalam kepala, tapi baru kali ini saya berkesempatan untuk menuliskannya di blog ini, sil...