Monday, April 29, 2013

Bisnis dan Balas Budi

A: "Udah kamu pake uangku saja untuk modal usaha"
B: "Aku ga enak balas budi sama kamu"
A: "Ga usah balas budi, kalau sudah kuat nanti bisnisnya kembalikan saja uangku"
B: "Tetep aja aku masih hutang budi sama kamu"
A: "Maju mundur usaha kamu tergantung usaha kamu, aku cuma pinjamin modal"
B: "Baiklah, nanti aku lebihin kembaliannya, makasih ya"

Dalam urusan bisnis seharusnya tidak ada yang namanya hutang budi atau balas budi. Orang Indonesia sudah banyak yang salah kaprah dan terbelit budaya balas budi yang tidak tepat. Contoh perbicangan diatas termasuk salah satunya. Balas budi dan keblinger memulangkan hutangnya dengan nilai yang lebih dari asalnya.

Kenapa urusan bisnis tidak mengenal hutang budi atau balas budi, karena maju atau gagalnya suatu bisnis tergantung dengan usaha yang kita lakukan, seberapa keras usaha yang dilakukan atau seberapa cerdas kita mengolahnya, selain tentunya atas kuasa Tuhan. Kalau nanti maju atau mundur, tetap hutang modal tadi harus dibayar.

"Saya sudah berusaha untuk menyediakan waktu saya untuk kemajuan kita"
"Saya sudah kurang tidur untuk mempersiapan semua acara kita ini"
"Kamu coba hargai saya"

Selama konteksnya bisnis, semua dapat keuntungan dari yang diupayakan tidak perlu ada rasa minta dihargai, karena kita dibayar untuk itu. Yang ada jika kita saling tolong menolong sesama teman, meskipun dalam ruang lingkup bisnis.

Terkecuali tolong menolong tanpa mengharapkan pengembalian bantuan, jasa, uang atau modal yang sudah diberikannya. Mungkin akan lebih pas untuk berbalas budi bagi yang pernah menerima bantuan.

Sama seperti analogi yang ekstrim ini, kalau perbuatan yang bisa disebut pelecehan seksual itu bayar, maka itu bukan pelecehan seksual namanya, karena si "korban" dibayar. Si "korban" tidak bisa menggugat tindakan itu sebagai pelecehan seksual.

Yang keblinger adalah dengan adanya rasa hutang budi dan balas budi ini, maka sebagai rasa terima kasih, orang yang dipinjami modal ini akan mengembalikan modal tersebut dengan melebihkan dari nilai sebelumnya. Itulah kenapa di negara kita ini subur dengan budaya simpan pinjam, perkreditan dan sejenisnya. Kemungkinan besar salah satunya karena rasa berhutang itu bisa diperhalus dengan adanya cara pengembalian lebih.

Seyogyanya mulai saat ini kita bisa memilah mana bisnis, mana yang tolong menolong, mana yang harus berbalas budi dan tahu mana yang keblinger.

Wallahu a'lam bi showab.

Solusi Usaha di Masa Pandemik COVID-19

Sudah lama ingin mengeluarkan uneg - uneg yang ada dalam kepala, tapi baru kali ini saya berkesempatan untuk menuliskannya di blog ini, sil...